BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bunuh
diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti diri
sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain
dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri
yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri
yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan
individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan
Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009.
Bunuh diri adalah
setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Gail w.
Stuart, 2007. Dikutip Dez, Delicious, 2009).
2. Rumusan Masalah
2.1
Apa pengertian dari resiko bunuh diri?
2.2
Apa etiologi dari resiko bunuh diri?
2.3
Apa tanda dan gejala dari resiko bunuh
diri?
2.4
Apa jenis – jenis dari bunuh diri?
2.5
Bagaimana pengkajian pada pasien dengan resiko
bunuh diri?
2.6
Apa masalah keperawatan pada pasien resiko
bunuh diri?
2.7
Bagaimana penatalaksanaan pada pasien resiko
bunuh diri?
2.8
Apa diagnosa keperawatan pada pasien resiko
bunuh diri?
2.9
Bagaimana intervensi pada pasien resiko bunuh
diri?
3. Tujuan Penulisan
3.1 Tujan Umum
Mahasiswa mampu
mengetahui tentang konsep atau teoritis dari resiko bunuh diri
3.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu
menjelaskan tentang konsep dasar resiko bunuh diri
Menjelaskan tentang
asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan resiko bunuh diri
4. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
yang terdiri dari : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penuisan,
sistematika penulisan.
BAB II : Pembahasan
yang terdiri dari : pengertian, tanda dan gejala, jenis-jenis bunuh diri, pohon
masalah.
BAB III : Asuhan
Keperawatan Pada Pasie RBD yang terdiri dari : pengkajian, masalah keperawatan,
penatalaksanaan, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi.
BAB IV : Penutup yang
terdiri dari : kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Bunuh
diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti diri
sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain
dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri
yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri
yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan
individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan
Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009).
Bunuh
diri merupakan suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan, individu secara sadar berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati.
Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal,
yang akan mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri. (Clinton,
1995, hal. 262).
Bunuh
diri dan percobaan bunuh diri atau membahayakan diri sendiri dengan sengaja
(DSH = deliberate self-harm), istilah yang terakhir ini, menjadi topik besar
dalam psikiatri. Di dunia, lebih dari 1000 bunuh diri terjadi tiap hari.
Percobaan bunuh diri 10 kali lebih sering, sekarang peracunan diri sendiri
bertanggung jawab bagi 15% dari pasien medis yang masuk rumah sakit dan pada
pasien dibawah 40 tahun menjadi penyebab terbanyak.
Bunuh
diri cenderung terjadi pada usia diatas 45 tahun, pria, tidak pandang kelas
sosial disertai depresi besar dan telah direncanakan. Percobaan bunuh diri
cenderung dilakukan oleh wanita muda dari kelas sosial bawah, jarang disertai
dengan depresi besar dan bersifat impulsif.
2.2 Etiologi
2.1 Faktor Predisposisi
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman
perilaku destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
2.1.1
Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang
dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri mempunyai riwayat
gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk
melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan
skizofrenia.
2.1.2.
Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian
yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri adalah antipati,
impulsif, dan depresi.
2.1.3.
Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi
terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman kehilangan,
kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit
krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangat
penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu
mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi masalah
tersebut, dan lain-lain.
2.1.4.
Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang
pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting yang dapat menyebabkan
seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
2.1.5.
Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa
pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat kimia yang
terdapat di dalam otak sepeti serotinin, adrenalin, dan dopamine.
Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman gelombang
otak Electro Encephalo Graph (EEG).
2.2.
Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif
diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh individu.
Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain yang
dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang
yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya
labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
2.2.1
Perilaku Koping
Klien dengan penyakit
kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh
diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan
bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor
social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong
atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat
menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan bunuh
diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi
stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga
dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
2.2.2
Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin
memakai beberapa variasi mekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku
bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang
ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.
Respon
adaptif
|
Respon
maladaptif
|
|||
Peningkatan
diri
|
Beresiko
destruktif
|
Destruktif
diri tidak langsung
|
Pencederaan
diri
|
Bunuh
diri
|
Perilaku bunuh diri
menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan
upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah.
Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada
diri seseorang.
Rentang
Respons, YoseP, Iyus (2009)
1.
Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri
secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai
contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda
mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
2.
Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami
perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang
seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat
bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah
melakukan pekerjaan secara optimal.
3.
Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang
tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk
mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang
tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja
seenaknya dan tidak optimal.
4. Pencederaan
diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
5.
Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.
Perilaku
bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009)
dibagi menjadi tiga kategori yang sebagai berikut.
1.
Upaya bunuh diri (scucide attempt) yaitu sengaja kegiatan itu sampai
tuntas akan menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan
terlewatkan atau diabaikan. Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh diri
dan tidak benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut
tidak diketahui tepat pada waktunya.
2.
Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang
direncanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain.
3. Ancaman
bunuh diri (suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara
langsung verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri.
Orang tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa dia tidak akan ada
di sekitar kita lagi atau juga mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian
hadiah, wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon positif dari orang sekitar
dapat dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
2.3 Respon Protektif-diri dan Perilaku
Bunuh Diri
Perilaku
destruktif-diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah
kepada kematian. Aktivitas ini dapat diklasifikasikan sebagai langsung atau
tidak langsung. Perilaku destruktif-diri langsung mencakup setiap bentuk
aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal ini
sebagai hasil yang diinginkan. Lama perilaku berjangka pendek, (Stuart,2006,
hal 226).
Perilaku
destruktif-diri tak langsung meliputi perilaku berikut :
1.
Merokok
2.
Mengebut
3.
Berjudi
4.
Tindakan kriminal
5.
Penyalahgunaan zat
6.
Perilaku yang menyimpang secara sosial
7.
Prilaku yang menimbulkan stress.
8.
Ketidakpatuhan pada tindakan medis
Rentang
respon protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai respon paling adaptif,
sementara perilaku destruktif-diri, pencederaan diri, dan bunuh diri merupakan
respon maladaptif.
Respon Adaptif
|
Respon
Maladapatif
|
Peningkatan
Diri
|
Pertumbuhan
Peningkatan Berisiko
|
Perilaku
Destruktif-diri tak langsung
|
Pencederaan
Diri
|
Bunuh Diri
|
RENTANG RESPON PROTEKTIF-DIRI
|
Gambar
. 1 Rentang Respon Protektif-diri
2.4 Tanda dan Gejala menurut
Fitria, Nita (2009) :
1. Mempunyai ide untuk
bunuh diri.
2. Mengungkapkan
keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa
bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku
yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6. Memiliki riwayat
percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung
(berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan).
8. Status emosional
(harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental
(secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik
(biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
11. Pengangguaran
(tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun
atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan
(mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik
interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual.
18. Sumber-sumber
personal.
19. Sumber-sumber
social.
20. Menjadi korban
perilaku kekerasan saat kecil.
2.5 Jenis – jenis Bunuh Diri
Menurut Durkheim, bunuh
diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
2.51. Bunuh diri egoistic (faktor
dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu
berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau
karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak
berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa
mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri
dibandingkan mereka yang menikah.
2.5.2. Bunuh
diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada
tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri karena
indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut
sangat mengharapkannya.
2.5.3. Bunuh diri
anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila
terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan masyarakat,
sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa.
Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak
memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan
terhadap kebutuhan-kebutuhannya.
Bunuh
diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk mengakhiri
kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan bunuh diri, ada
tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri
ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya
dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau
“Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini klien
mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai
dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan perasaan
seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien juga
mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga
diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri.
Ancaman bunuh diri
umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan
rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana
tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak
disertai dengan percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi
ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilaksanakan.
Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk melaksanakan rencana
bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh
diri.
Percobaan bunuh diri
merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri
kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung
diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat
tinggi.
2.6 Pohon Masalah
Perilaku
Kekerasan (Resiko mencederai diri sendiri)
|
Rsiko Bunuh Diri
|
Gangguan
interaksi sosial (Menarik Diri)
|
Gangguan Konsep
Diri (Harga Diri Rendah)
|
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
RESIKO BUNUH
DIRI
3.1 Pengkajian
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
1. Riwayat masa lalu :
1. Riwayat
percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
2. Riwayat
keluarga terhadap bunuh diri
3. Riwayat
gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
4. Riwayat
penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
5. Klien
yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial
6. Klien
yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres
dan kehilangan yang baru dialami.
3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.
3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.
4.
Riwayat pengobatan.
5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan.
6. Catat ciri-ciri respon psikologik,
kognitif, emosional dan prilaku dari individu dengan gangguan mood.
7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan
letalitas prilaku bunuh diri :
1. Tujuan klien misalnya agar
terlepas dari stres, solusi masalah yang sulit.
2.
Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur dan
cara- cara melaksanakan
rencana tersebut.
3.
Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah,
keparahan gangguan mood
4.
Sistem pendukung yang ada.
5.
Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik
psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat
penyalahgunaan zat.
6.
Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien,
atau keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan
mood, tanda-tanda kekambuhan dan tindakan perawatan diri.
8. Symptom yang menyertainya
8.1 Apakah klien mengalami :
1. Ide bunuh diri
8.1 Apakah klien mengalami :
1. Ide bunuh diri
2. Ancaman bunuh diri
3. Percobaan bunuh diri
4. Sindrome mencederai diri sendiri yang
disengaja
8.2 Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan,
ketidakberdayaan dan anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait
dengan resiko bunuh diri.
Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
1. Cari tahu rencana apa yang sudah di
rencanakan
2. Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya
atau perencanaan untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.
3. Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien
untuk merencanakan dan mengagas akan suicide
4. Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien
4. Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien
Hal
– hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat
kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :
I.
Menciptakan hubungan saling percaya yang
terapeutik
II.
Memilih tempat yang tenang dan menjaga
privacy klien
III.
Mempertahankan ketenangan, suara yang
tidak mengancam dan mendorong komunikasi terbuka
IV.
Menentukan keluhan utama klien dengan
menggunakan kata – kata yang dimengerti klien
V.
Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya
dan riwayat pengobatannya
VI.
Mendaptakan data tentang demografi dan
social ekonomi
VII.
Mendiskusikan keyakinan budaya dan
keagamaan
VIII.
Peroleh riwayat penyakit fisik klien
Sebagai
perawat perlu mempertimbangkan pasien yang memiliki resiko apabila menunjukkan
perilaku sebagai berikut :
1.
Menyatakan pikiran, harapan dan
perencanaan tentang bunuh diri
2.
Memiliki riwayat satu kali atau lebih
melakukan percobaan bunuh diri.
3.
Memilki keluarga yang memiliki riwayat
bunuh diri.
4.
Mengalami depresi, cemas dan perasaan
putus asa.
5.
Memiliki ganguan jiwa kronik atau
riwayat penyakit mental
6.
Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama
alcohol
7.
Menderita penyakit fisik yang
prognosisnya kurang baik
8.
Menunjukkan impulsivitas dan agressif
9.
Sedang mengalami kehilangan yang cukup
significant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan secara bersamaan
10.
Mempunyai akses terkait metode untuk
melakukan bunuh diri misal pistol, obat, racun
11.
Merasa ambivalen tentang pengobatan dan
tidak kooperatif dengan pengobatan
12. Merasa
kesepian dan kurangnya dukungan sosial
Dalam melakukan pengkajian klien
resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara
dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang
harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :
1. Tentukan
tujuan secara jelas : Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun
demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi
depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan
signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi
non verbal. Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan
distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari
atau diabaikan.
3. Kenali
diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal
ini akan mempengaruhi penilaian profesional
4. Jangan
terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun
hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.
5. Jangan
membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional
klien
6. Jangan
menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur
penilaian profesional.
3.2 Masalah keperawatan :
3.2.1
Risiko bunuh diri
3.2.2
Keputus asaan
3.2.3
Ketidak berdayaan
3.2.4
Gangguan konsep diri : HDR
3.2.5
Gangguan konsep diri : Gangguan citra
tubuh.
3.2.6
Kecemasaan.
3.2.7
Berduka disfungsional
3.2.8
Koping individu tak efektif.
3.2.9
Penatalaksanaan regimen therapeutik in
efektif
3.2.10
Koping keluarga tak efektif :
Ketidakmampuan.
3.3
Penatalaksanaan
Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan kebutuhannya saat ini (here and now). Perawat juga meniali diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.
Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan kebutuhannya saat ini (here and now). Perawat juga meniali diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.
3.3 Diagnosa Keperawatan :
3.4.1
Perilaku Kekerasan (Resiko mencederai
diri sendiri)
3.4.2
Resiko Bunuh Diri
3.4.3
Gangguan Interaksi Sosial (Menarik diri)
3.4.4
Gangguan Konsep Diri (Harga Diri Rendah)
Ada
5 gejala yang timbul setiap hari selama 2 minggu yaitu :
- Mood depresi, kehilangan minat & kesenangan.
- Berat badan turun, insomnia, hipersomnia, gangguan psokomotur,
kelelahan, merasa tidak berharga atau bersalah, tidak mampu
berpikir, sering ingin mati.
Perencanaan.
Tujuan :
1. Mencegah menyakiti diri sendiri.
2. Meningkat harga diri klien
3. Menggali masalah dalam diri klien.
4. Mengajarkan koping yang sehat.
3.5 Intervensi
Perawat harus menyadari responsnya terhadap suicide supaya bersikap obyektif.
I. Proteksi (mencegah menyakiti diri)
Mengatakan kepada klien bahwa tim kesehatan akan mencegah klien untuk mencoba bunuh diri.
- Mood depresi, kehilangan minat & kesenangan.
- Berat badan turun, insomnia, hipersomnia, gangguan psokomotur,
kelelahan, merasa tidak berharga atau bersalah, tidak mampu
berpikir, sering ingin mati.
Perencanaan.
Tujuan :
1. Mencegah menyakiti diri sendiri.
2. Meningkat harga diri klien
3. Menggali masalah dalam diri klien.
4. Mengajarkan koping yang sehat.
3.5 Intervensi
Perawat harus menyadari responsnya terhadap suicide supaya bersikap obyektif.
I. Proteksi (mencegah menyakiti diri)
Mengatakan kepada klien bahwa tim kesehatan akan mencegah klien untuk mencoba bunuh diri.
1.
Verbal
2. Nonverbal : Menghilangkan benda – benda berbahaya seperti : Ikat pinggang, benda tajam.
3. Observasi Perilaku (Mencegah klien melukai dirinya)
4. Perhatikan verbal & nonverbal klien.
5. Ditempatkan ditempat aman, bukan diisolasi dan semua tindakan dijelaskan
6. Pengawasan selama 24 jam (Menemani pasien terus-menerus sampai Dia dapat dipindahkan ketempat yang aman)
7. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan obat
8. Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri
9. Intervensi krisis klien tetap waspada.
2. Nonverbal : Menghilangkan benda – benda berbahaya seperti : Ikat pinggang, benda tajam.
3. Observasi Perilaku (Mencegah klien melukai dirinya)
4. Perhatikan verbal & nonverbal klien.
5. Ditempatkan ditempat aman, bukan diisolasi dan semua tindakan dijelaskan
6. Pengawasan selama 24 jam (Menemani pasien terus-menerus sampai Dia dapat dipindahkan ketempat yang aman)
7. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan obat
8. Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri
9. Intervensi krisis klien tetap waspada.
10.
Kadang – kadang klien merasa baik, dan berhenti tapi karena kambuh lagi
Pada klien yang anoreksia, awasi klien pada saat makan, agar banyak yang dimakan.
2. Meningkatkan harga diri
- Setiap kegiatan / prilaku positif segera dipuji.
- Menghilangkan rasa bersalah & menyalahkan
- Sediakan waktu untuk klien sehingga klien merasa dirinya penting
- Bantu untuk mengekspresikan perasaan positif/negatif, beri reinforcement
- Identifikasi sumber kepuasan dan rencana aktivitas yang cepat berhasil
- Dorong klien menuliskan hasil yang telah dicapai
3. Menguatkan koping yang sehat.
Membuat klien bertanggung jawab terhadap perilakunya
a. Modifikasi Prilaku
dibutuhkan dengan prilaku yg responsif.
Misal : Pada anoreksia
- Boleh dikunjungi keluarga bila berat badan naik ½ Kg.
- Bila tidak mau makan, pasang NGT.
4. Eksplorasi perasaan.
Tujuan membuat klien memahami proses penyakitnya/ masalahnya.
- Mengeksplorisasi faktor predisposisi & pencetus.
- Mengikuti terapi kelompok.
- Mengarah pada masalahnya.
Misal : Klien marah, belajar marah konstruktif.
5. Mengatur batasan dan kontrol
- Membuat daftar perilaku yang mesti diubah / dikontrol.
- Dibuat berstruktur dan batasan yang jelas
Misal : Dalam 2 hari ini tidak ada usaha meerusak diri.
6. Mengarahkan dukungan sosial.
Karena Klien tidak punya sumberdaya internal dan eksternal, maka :
- Melibatkan keluarga & teman.
- Mengajarkan tentang pola – pola suicide & cara mengatasinya.
- Keluarga mencurahkan perasaan dan membuat rencana masa depan.
- Kalau perlu terapi keluarga.
- Buat pusat penanganan krisis.
Pada klien yang anoreksia, awasi klien pada saat makan, agar banyak yang dimakan.
2. Meningkatkan harga diri
- Setiap kegiatan / prilaku positif segera dipuji.
- Menghilangkan rasa bersalah & menyalahkan
- Sediakan waktu untuk klien sehingga klien merasa dirinya penting
- Bantu untuk mengekspresikan perasaan positif/negatif, beri reinforcement
- Identifikasi sumber kepuasan dan rencana aktivitas yang cepat berhasil
- Dorong klien menuliskan hasil yang telah dicapai
3. Menguatkan koping yang sehat.
Membuat klien bertanggung jawab terhadap perilakunya
a. Modifikasi Prilaku
dibutuhkan dengan prilaku yg responsif.
Misal : Pada anoreksia
- Boleh dikunjungi keluarga bila berat badan naik ½ Kg.
- Bila tidak mau makan, pasang NGT.
4. Eksplorasi perasaan.
Tujuan membuat klien memahami proses penyakitnya/ masalahnya.
- Mengeksplorisasi faktor predisposisi & pencetus.
- Mengikuti terapi kelompok.
- Mengarah pada masalahnya.
Misal : Klien marah, belajar marah konstruktif.
5. Mengatur batasan dan kontrol
- Membuat daftar perilaku yang mesti diubah / dikontrol.
- Dibuat berstruktur dan batasan yang jelas
Misal : Dalam 2 hari ini tidak ada usaha meerusak diri.
6. Mengarahkan dukungan sosial.
Karena Klien tidak punya sumberdaya internal dan eksternal, maka :
- Melibatkan keluarga & teman.
- Mengajarkan tentang pola – pola suicide & cara mengatasinya.
- Keluarga mencurahkan perasaan dan membuat rencana masa depan.
- Kalau perlu terapi keluarga.
- Buat pusat penanganan krisis.
7. Pendidikan mental
- Pendidikan gizi bagi A. Nervosa dan bulimia.
- Pentingnya patuh pada prigram pengobatan.
- Penyakit kronis yand diderita.
Perawatan selama di rumah sakit
Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Risiko Bunuh Diri
1. Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri
a. Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat
b. Tindakan : Melindungi pasien
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat melakukan tindakan berikut:
1. Menemani
pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman
2. Menjauhkan
semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang)
3. Memeriksa
apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan obat
4. Dengan
lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai
tidak ada keinginan bunuh diri
SP 1 Pasien:
Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri
2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri
a. Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang
mengancam atau mencoba bunuh diri
b. Tindakan:
2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri
a. Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang
mengancam atau mencoba bunuh diri
b. Tindakan:
1.
Menganjurkan keluarga untuk ikut
mengawasi pasien serta jangan pernah
meninggalkan pasien sendirian
2.
Menganjurkan keluarga untuk membantu
perawat menjauhi barang-barang berbahaya disekitar pasien
3.
Mendiskusikan dengan keluarga perlunya
melibatkan pasien agar tidak sering melamun sendiri
4. Menjelaskan
kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur
SP 1 Keluarga: Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang mencoba bunuh diri.
Isyarat Bunuh Diri dengan diagnosa harga diri rendah diri
1. Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri
a. Tujuan:
1) Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
2) Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
3) Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
4) Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
b.Tindakan keperawatan
1. Mendiskusikan
tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2. Meningkatkan
harga diri pasien, dengan cara:
a.
Memberi kesempatan pasien mengungkapkan
perasaannya
b.
Berikan pujian bila pasien dapat
mengatakan perasaan yang positif.
c.
Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d.
Membicarakan tentang keadaan yang
sepatutnya disyukuri oleh pasien
e.
Merencanakan aktifitas yang dapat pasien
lakukan
3. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah,
dengan cara:
a. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b. Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian masalah
c. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik
a. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b. Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian masalah
c. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik
SP 2 Pasien:
Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri
SP 3 Pasien: Berikut ini percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pada pasien isyarat bunuh diri
SP 3 Pasien: Berikut ini percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pada pasien isyarat bunuh diri
2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien isyarat bunuh diri
a. Tujuan : keluarga mampu merawat pasien dengan risiko bunuh diri.
b. Tindakan keperawatan:
1. Mengajarkan
keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
2. Menanyakan
keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang penah muncul pada pasien.
3. Mendiskusikan
tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien berisiko bunuh
diri.
4. Mengajarkan
keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri
a. Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
b. Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
a. Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
b. Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
1.
Memberikan tempat yang aman. Menempatkan
pasien di tempat yang mudah diawasi, jangan biarkan pasien mengunci diri
di kamarnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian di rumah
2.
Menjauhkan barang-barang yang bisa
digunakan untuk bunuh diri. Jauhkan pasien dari barang-barang yang bisa
digunakan untuk bunuh diri, seperti: tali, bahan bakar minyak / bensin, api,
pisau atau benda tajam lainnya, zat yang berbahaya seperti obat nyamuk atau
racun serangga.
3.
Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan
pengawasan apabila tanda dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah
melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukan tanda dan gejala
untuk bunuh diri.
5. Menganjurkan
keluarga untuk melaksanakan cara tersebut di atas.
6. Mengajarkan
keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien melakukan
percobaan bunuh diri, antara lain :
1.
Mencari bantuan pada tetangga sekitar
atau pemuka masyarakat untuk menghentikan upaya bunuh diri tersebut
2.
Segera membawa pasien ke rumah sakit
atau puskesmas mendapatkan bantuan medis
7. Membantu
keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
8. Memberikan
informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan
9. Menganjurkan
keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara teratur untuk mengatasi
masalah bunuh dirinya.
10. Menganjurkan
keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip lima benar yaitu benar
orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara penggunakannya, benar waktu
penggunaannya
SP 2 Keluarga:
Percakapan untuk mengajarkan keluarga tentang cara merawat
anggota keluarga berisiko bunuh diri. (isyarat bunuh diri)
SP 3 Keluarga: Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat bunuh diri
SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan Pulang bersama keluarga dengan pasien risiko bunuh diri
3.6Evaluasi
- Perhatikan hari – demi hari.
- Libatkan klien dalam mengevaluasi prilakunya.
1. Apakah ancaman Bunuh diri sudah menghilang ?
2. Apakah perilaku menunjukkan kepedulian pada kegiatan sehari-hari ?
3. Apakah sumber koping sudah dipakai semua ?
4. Apakah klien sudah dapat menggambarkan dirinya dengan positif ?
5. Apakah sudah memakai koping positif ?
6. Apakah klien terlibat dalam aktivitas meningkatkan diri ?
7. Apakah klien sudah mendapat keyakinan untuk pertumbuhan diri ?
anggota keluarga berisiko bunuh diri. (isyarat bunuh diri)
SP 3 Keluarga: Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat bunuh diri
SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan Pulang bersama keluarga dengan pasien risiko bunuh diri
3.6Evaluasi
- Perhatikan hari – demi hari.
- Libatkan klien dalam mengevaluasi prilakunya.
1. Apakah ancaman Bunuh diri sudah menghilang ?
2. Apakah perilaku menunjukkan kepedulian pada kegiatan sehari-hari ?
3. Apakah sumber koping sudah dipakai semua ?
4. Apakah klien sudah dapat menggambarkan dirinya dengan positif ?
5. Apakah sudah memakai koping positif ?
6. Apakah klien terlibat dalam aktivitas meningkatkan diri ?
7. Apakah klien sudah mendapat keyakinan untuk pertumbuhan diri ?
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan dan Pada umumnya merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress dan berkembang dalam beberapa rentang.
Banyak penyebab/alasan seseorang melakukan bunuh diri diantaranyakegagalan beradaptasi,perasaan marah dan terisolasi, dan lainnya
Bunuh diri biasanya didahului oleh isyarat bunuh diri,ancaman bunuh diri serta percobaan bunuh diri. Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan dan Pada umumnya merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress dan berkembang dalam beberapa rentang.
Banyak penyebab/alasan seseorang melakukan bunuh diri diantaranyakegagalan beradaptasi,perasaan marah dan terisolasi, dan lainnya
Bunuh diri biasanya didahului oleh isyarat bunuh diri,ancaman bunuh diri serta percobaan bunuh diri. Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut
4.2 Saran
Hendaknya perawat memiliki pengetahuan yang cukup cirri-ciri pasien yang ingin mengakhiri hidupnya sehingga dapat mengantisipasi terjadinya perilaku bunuh diri pasien
Hendaknya perawat melibatkan keluarga dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa.
Hendaknya perawat memiliki pengetahuan yang cukup cirri-ciri pasien yang ingin mengakhiri hidupnya sehingga dapat mengantisipasi terjadinya perilaku bunuh diri pasien
Hendaknya perawat melibatkan keluarga dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar